Namun, lambat laun, Radit kini paham jika pekerjaan seorang pelaut memaksa ayahnya untuk tidak pulang setiap hari. Setiap momen kedatangan ayahnya pulang, Radit sangat senang dan menyambutnya dengan sukacita.

Terkadang Radit sering diajak ayahnya bermain mengelilingi kompleks perumahan atau pergi ke pusat perbelanjaan menghabiskan waktu. Di sisi lain, waktu menjelang sang ayah pergi untuk melaut adalah menjadi momen paling berat baginya.

Sebab di waktu itulah ayahnya pergi bekerja berbulan-bulan, terkadang tak bisa memberi kabar. Terkadang sering kali dirinya marah dan mengunci kamar setiap kali ayahnya hendak pergi lagi bekerja.

Ayah dan ibunya pun mencoba membujuknya untuk keluar supaya bisa berpamitan. Tapi egonya yang masih tinggi sehingga tak mau keluar, justru menangis karena tak mau ayah pergi.

Namun, kebiasaan buruk itu lambat laun sudah mulai hilang. Radit sudah beranjak dewasa dan mencoba tegar untuk melihat sang ayah pergi melaut kembali.

"Sabar ya Dit, Ayah mungkin tak lama lagi bekerja di kapal. Ayah tak mau meninggalkan keluarga Ayah lama-lama," ungkap Ayah.

Ucapan di atas beberapa bulan terakhir sering sang ayah lontarkan ketika hendak pergi bekerja. Tampaknya ayahnya pun mulai bosan dan tak tenang meninggalkan keluarganya  lama-lama.

Selain karena Radit yang mulai tumbuh dewasa, ibunya pun butuh perhatian lebih. Radit pun hanya mengangguk seraya berharap keinginan ayahnya bisa terkabul secepatnya.

Sore itu, Radit berada di teras untuk melepas ayahnya pergi. Bersama sang ibu, Radit melihat ayahnya menaiki mobil untuk menuju ke tempat nya  bekerja di laut demi anak istrinya.

Kembali Radit berharap, semoga ayahnya bisa pulang secepatnya dan benar-benar bisa terus dekat dengan keluarganya.

-Tamat-