Sedangkan di Bubat sendiri, Kerajaan Sunda udah denger kabar burung tentang perkembangan di Majapahit. Mereka merasa “Meksut luhk apaan nih? Ngajak berantem?” pokoknya mereka ngerasa lah kita ini datang baik-baik kok lo semua malah suujon.

Akhirnya Mahaprabu Linggabuana pun mengirim utusannya, Patih Anepaken namanya buat ke Majapahit disertai 300 serdadu. Mereka langsung nyamperin ke rumah Patih Gajah Mada dan menyampaikan pesan Mahaprabu Linggabuana kalau rombongan Sunda mau balik aja dan nganggep Raja Hayam Wuruk ingkar janji. Disini kedua belah pihak berantem hebat lah ya. Patih Gajah Mada pake bilang kalau harusnya Kerajaan Sunda itu bersikap kayak Kerajaan vazal aja gausah banyak gaya pake mau balik lagi. Terus Patih Gajah Mada juga maunya si Putri Dyah Pitaloka itu buat diserahin ke Kerajaan Majapahit sebagai simbol takluknya Kerajaan Sunda ke Majapahit. Dan katanya Putri Dyah itu mau dijadiin selir bukan dijadiin Ratu.

Ya makin ngamuklah rombongan Kerajaan Sunda. Mereka balik lagi ke Bubat dan mengabarkan hal ini ke Mahaprabu Linggabuana. Raja Sunda sendiri sangat amat merasa terhina ngedenger itu. Dia akhirnya memutuskan untuk mati layaknya ksatria daripada kehormatannya diinjak-injak oleh orang Majapahit. Akhirnya perang pun tak dapat dihindarkan.

Inilah yang disebut Perang Bubat.

Pertempuran dahsyat berkecamuk, pasukan Majapahit banyak yang gugur. Tapi hampir semua orang Sunda mati dibantai habis-habisan. Patih Anepaken dikalahkan oleh Patih Gajah Mada. Sedangkan Mahaprabu Linggabuana ditewaskan oleh besannya sendiri, yaitu Raja Kahuripan dan Raja Daha.

Pitar adalah satu-satunya perwira Sunda yang masih hidup karena pura-pura mati diantara mayat-mayat serdadu Sunda. Dia inilah yang ngabarin ke Ratu dan istri-istri perwira Sunda kalau Kerajaan Sunda kalah telak, bahkan Raja mereka sudah terbunuh. Para ciwi-ciwi bersedih hati kemudian mereka melakukan bunuh diri massal diatas para jenazah-jenazah suami mereka.