Telegram Web
This media is not supported in your browser
VIEW IN TELEGRAM
Di hampar lautan ini kita adalah sepasang biduk yang terusir. Terjerat sifat perayaan penuh delusi bernama cinta. Kita terapung, sara bara, mengharapkan asmaraloka yang hanya pernah tertulis dalam karangan khayal seorang pujangga. Tanpa tahu bahwa alasan sebenarnya kita mendayung hanyalah sekadar untuk menunda waktu tenggelam.

— Lenora F.
#ApsaraKata
This media is not supported in your browser
VIEW IN TELEGRAM
Semestaku mungil; sebatas ujung bahu kananmu sampai ujung bahu kirimu. Sebab dirasa telah cukup aman aku berdiam dalam dekapmu, memandang teduh manikmu, juga dengar tenang vokalmu.

Semestaku luas; tidak dapat ditemukan satuan untuk hitung ruang hatimu. Sebab dirasa memang terlalu muluk harap manusia untuk bisa konversikan sabarmu, halusmu, juga segala hangatmu.

Kamu; semestaku. Satu kontradiksi maha ambigu yang ingin kubiarkan tetap begitu. Mungil pun luas; untukku.

—; hipocreation
#kentangasin
This media is not supported in your browser
VIEW IN TELEGRAM
[Doa Seorang Mayat]

Di malam yang hening sendiri
sebuah rindu sudah jadi abu di sini
dibakar cinta dan dihanguskan air mata
dan getir membalut setiap percikan luka

Melankolia yang kukenal sekarang abadi
tubuhku terkapar sigap meringkih
kenang yang harus tetap merdeka
tapi sisa sesak pertempuran cinta yang belum sempurna

Dan yang runtuh sedang membasuh peluh
menatap tanah sambil meneguk darah
menanti doa-doa kiriman keputusasaan
sebelum reda perjuangan membinasakan

Atas cinta dan segala kesengsaraan
tak akan pernah usai dipadamkan
meski bait-bait selalu bernyanyian
meski kata-kata menimbulkan tangisan

— mesinketik
This media is not supported in your browser
VIEW IN TELEGRAM
[Samar]

sebelum kita beranjak
ada jeda untuk kenang yang mendobrak
dalam kekecewaan mendesak dan terdesak
air pada mata tak lagi mengandung isak

peluru-peluru kian memburu
mencari siapa yang paling sejati menderu
Aku takut mati, kekasihku.
biar nyawa cuma satu tapi hanya untuk diadu

dalam hati yang berdebu, dalam kalbu
kita tau cinta hanya angin lalu
kalau hanya sebagian nafsu, sisanya bukan aku
barang sekali hati sulit menemui rindu

samar-samar kau kuterka
tanda-tanda nestapa semakin nyata

— mesinketik
This media is not supported in your browser
VIEW IN TELEGRAM
Aku adalah luka paling hebat untuk seseorang yang mahir mematahkan—aku pelajaran paling berharga untuk seseorang yang gemar membuat kecewa—aku adalah patah hati yang paling candu untuk seseorang yang senang bermain dengan waktu.

Dan kamu adalah pemain paling payah yang jatuh pada target yang salah.

— gadispenikmatsenja
#sajakhampabersamasenja
This media is not supported in your browser
VIEW IN TELEGRAM
Merupakan sebuah fenomena yang niskala. Bagaimana sebuah nama anak manusia, hanya dengan menyebutnya saja, mampu membuat jantungmu begitu berdarah dan mendambakan sebuah sejarah usang untuk kembali menjadi ada dan nyata.

Dan, dalam realitasku fenomena itu melibatkan satu nama. Milikmu. Seorang hanya milikmu.

—Lenora F.
#ApsaraKata
This media is not supported in your browser
VIEW IN TELEGRAM
if i die tomorrow, later or someday;

kalau aku mati, adapun kasih ini tak sempat mendekapmu, maka izinkan aku untuk sekadar memberi ampun padamu. sebagai ganti, tulangku bisa kaupeluk di setiap tidurmu. kiranya rembulan hadir membawa rindu, rapalkan semua serapahmu lalu titipkan pula namaku di antara doa-doa itu.

kalau aku mati, tak usah berduka hanya sebab runtuhku. biarkan saja gemuruh itu bernyanyi, hingga suatu kelak segala tentangku sirna ditelan bumi.

kalau aku mati, jangan lagi berusaha untuk mengenangku. sebab, setelah tiadaku, tak akan ada lagi gelap yang akan melahap cahayamu.

sungguh. setelah tiadaku, kau akan menemukan rumah yang lebih tenteram. tak akan pula sesekali milikmu rumpang, bahkan kehilangan.

— terbuaipilu
#terbuaipilu
This media is not supported in your browser
VIEW IN TELEGRAM
i'm so used to being abandoned — to being loveless and rejected. no amount of ink and blood can convey the vacancy residing within, raising its undying fortress of resentment and despair. of every step away taken is the final strings of hope snapping with the desolate stare lingering behind. no longer is there the urge to beg — to merely ask. those eyes are now nothing more than dead and empty, blankly staring at the people i cherish so profoundly taking step after step away to protect their own fragile hearts. for the better — i whisper pathetically to myself, the chant echoing in silent repetitions until a plethora of deception comes and soothes my forlorn soul to eternal sleep. 'i will not be affected,' i repeat to myself for the millionth time. in response a mocking laugh vibrates through my bones, the memory of my fear of being abandoned hauntingly close.

— gva
#drearycrow
This media is not supported in your browser
VIEW IN TELEGRAM
I saw glimpses of you
from where the dark
had no place to return.

I constantly got remembered
by your mesmerizing gaze,
how it was a long-lost art
that answers the questions of the past.

The sunshine in your eyes
implied the hard work of your creator,
a hidden grace to those
lucky enough to find it.

But, regret came
after I had lost you;
we were always the past
which never meant
to meet the future.

There will be no us
at the end of the tunnel,
it will be just me
making metaphors about your eyes
from the same spot we parted ways.

— elevendust
#dustyink
This media is not supported in your browser
VIEW IN TELEGRAM
[Tentang Rasa Takut yang Belum Usai]

Malam ini pukul satu pagi, aku menulis lagi. Mengingat-ingat barangkali aku melewatkan satu-dua hal yang mengakibatkan terganggunya tidurku berkali-kali. Hingga berakhir dengan bicara seorang diri.

Aku bertanya tentang banyak hal pada diri sendiri. Aku berusaha merangkai memori tentang hal-hal yang telah terjadi. Tentang siapa yang hanya singgah lalu memutuskan pergi. Serta tentang orang-orang yang tetap bersamaku hingga saat ini.

Aku terlalu takut untuk memulai. Terlalu takut pula jika terlalu terbuai dengan segala bentuk kasih yang terlihat damai.

Kini, aku telah begitu lama menutup diri. Masih adakah jalan bagiku untuk setidaknya melepaskan ketakutan yang telanjur bertumbuh kuat dalam hati?

— Gy
#gyansetya
2025/02/28 07:07:28
Back to Top
HTML Embed Code: