.﷽
📜 حديث كل يوم
ان شاء الله
27 / 5 - جماديالاول/ 1446
الجمعة 29 / 11 / 2024
عن ابنِ مسعودٍ رضي الله عنه قال: ذُكرَ عندَ النبيِّ ﷺ رجلٌ نامَ ليلةً حتى أصبحَ، فقال: «ذاكَ رجلٌ بالَ الشيطانُ في أذنيهِ» أو قال: «في أُذنِه».
متفقٌ عليه.

Dari Ibni Mas’ud ra,beliau berkata: Disebutkan di hadapan Nabi ﷺ tentang seorang laki-laki yang tidur semalam suntuk hingga pagi.
Beliau bersabda:
“Itu adalah seorang laki-laki yang setan telah kencing di kedua telinganya,”
atau beliau bersabda:
“di telinganya.”
(Hadis riwayat Bukhari dan Muslim, Muttafaq ‘Alaih).

Hadis ini menunjukkan celaan terhadap orang yang melewatkan malam tanpa mengingat Allah atau melaksanakan ibadah seperti shalat malam. Kencingnya setan dalam hadis ini diartikan sebagai tanda bahwa orang tersebut dikuasai oleh godaan setan hingga malas dan lalai.

.﷽
📜 حديث كل يوم
ان شاء الله
28 / 5 - جماديالاول/ 1446
السبت 30 / 11 / 2024

عن أبي هريرة رضي الله عنه أن رسول الله ﷺ قال:
«إذا قالَ الإمامُ: سمعَ اللهُ لمن حمدَه، فقولوا: اللهمَّ ربَّنا لكَ الحمدُ، فإنَّهُ من وافقَ قولُه قولَ الملائكةِ، غُفرَ لهُ ما تقدَّمَ من ذنبِه».
رواه مسلم.

Dari Abi Hurairah ra,
bahwa Rasulullah Saw bersabda:
“Apabila imam mengucapkan ‘سَمِعَ اللهُ لِمَنْ حَمِدَهُ’ (Allah mendengar orang yang memuji-Nya),
maka ucapkanlah ‘اللَّهُمَّ رَبَّنَا لَكَ الْحَمْدُ’ (Ya Allah,Tuhan kami,
Dan hanya untuk-Mu segala pujian).
Sebab,
siapa saja yang ucapannya bertepatan dengan ucapan para malaikat,
akan diampuni dosa-dosanya yang telah lalu.”
(Hadis riwayat Muslim).

Faedah Hadis:
1.Anjuran mengikuti ucapan imam saat shalat berjamaah.
2.Keutamaan memuji Allah dengan lafaz yang diajarkan Rasulullah Saw.
3.Bertepatan dengan ucapan malaikat merupakan sebab diampuninya dosa-dosa yang telah lalu.

Faidah (manfaat):
Dua bait ini berasal dari Imam Al-Habib Ibrahim bin Umar bin Aqil bin Yahya.
Barang siapa yang membacanya setiap hari,
ia tidak akan menghadapi kesulitan dalam hidupnya,
dan rezekinya akan dimudahkan,
insya Allah:

يا مالِكَ المُلْكِ يا فَتّاحُ يا رَزّاقُ
يا مَنْ تَكَفَّلَ لِكُلِّ الخَلْقِ بِالأَرْزاقِ
فَرِّجْ عَلَيْنا إِلٰهي كُلَّ أَمْرٍ ضاقَ
وَامْنُنْ بِرِزْقٍ وَسِيعٍ فائِضٍ دَفّاقٍ

“Wahai Pemilik kerajaan,
wahai Yang Maha Membuka, wahai Yang Maha Memberi rezeki,
Wahai Dzat yang telah menjamin rezeki bagi seluruh makhluk,
Lapangkanlah untuk kami,
wahai Tuhanku,
setiap urusan yang terasa sempit,
Dan anugerahkanlah kepada kami rezeki yang luas,
melimpah,
dan berlimpah ruah.”

Ini adalah doa yang sangat baik untuk diamalkan sebagai bentuk permohonan kepada Allah agar mempermudah segala urusan dan melapangkan rezeki.

الإمامُ الشَّعرانيُّ رحمهُ اللهُ: “طريقُ الوُصولِ إلى حضرةِ اللهِ من طريقِ الصَّلاةِ على النَّبيِّ ﷺ من أقرَبِ الطُّرُقِ”.
(الأنوارُ القُدسيَّةُ ٤٣٧/١)
Imam Al-Sya’raani rahimahullah berkata:
“Jalan menuju hadirat Allah melalui salawat kepada Nabi ﷺ adalah salah satu jalan yang paling dekat.”
(Al-Anwar Al-Qudsiyyah, 1/437)

NASEHAT HABIB SALIM AS SYAATIRI RA

من تعلم الفقه من الكتاب غير الأحكام، ومن تعلم الطب من الكتاب قتل الأنام، ومن تعلم الفلك من الكتاب غير الليالي والأيام، ومن تعلم كل ذلك من الشيخ فقد سلم والسلام

“Barang siapa mempelajari fikih hanya dari kitab,
maka ia akan salah dalam menetapkan hukum.
Barang siapa mempelajari kedokteran hanya dari kitab,
maka ia akan membunuh manusia.
Barang siapa mempelajari ilmu falak hanya dari kitab,
maka ia akan salah dalam menentukan waktu malam dan siang.
Tetapi barang siapa mempelajari semua itu dari seorang guru,
maka ia akan selamat,
dan itulah yang benar.”

Pesan ini menekankan pentingnya belajar langsung dari seorang guru untuk memastikan pemahaman yang benar dan terhindar dari kesalahan dalam penerapan ilmu.

.﷽
📜 حديث كل يوم
ان شاء الله
29 / 5 - جماديالاول/ 1446
الأحد 1 / 12 / 2024

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ:
«تَعَوَّذُوا بِاللَّهِ مِنْ جَهْدِ الْبَلَاءِ، وَدَرَكِ الشَّقَاءِ، وَسُوءِ الْقَضَاءِ، وَشَمَاتَةِ الْأَعْدَاءِ»
(مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ).

Bismillahirrahmanirrahim

📜 Hadis Harian
29/5 Jumadil Ula 1446
Ahad, 1/12/2024

Dari Abi Hurairah ra
dari Nabi Saw
beliau bersabda:
“Berlindunglah kepada Allah dari kesulitan yang berat,kecelakaan yang menyengsarakan,keputusan yang buruk, dan kegembiraan musuh atas musibahmu.”
(Muttafaqun ’alaih Bukhari dan Muslim)

✍ “Kita akan pergi, namun jejak kebaikan akan tetap abadi.” ✍

قالَ الإِمامُ الغَزالِيُّ رضي الله عنهُ:

وأَمَّا عُذْرُكَ؛ كَقَوْلِكَ: إِنْ أَكَلْتُ الحَرَامَ فَفُلَانٌ يَأْكُلُهُ، وَإِنْ قَبِلْتُ مَالَ السُّلْطَانِ فَفُلَانٌ يَقْبَلُهُ؛ فَهَذَا جَهْلٌ، لِأَنَّكَ تَعْتَذِرُ بِالاقْتِدَاءِ بِمَنْ لَا يَجُوزُ الاقْتِدَاءُ بِهِ، فَإِنَّ مَنْ خَالَفَ أَمْرَ اللهِ تَعَالَى، لَا يُقْتَدَى بِهِ كَائِنًا مَنْ كَانَ.

وَلَوْ دَخَلَ غَيْرُكَ النَّارَ وَأَنْتَ تَقْدِرُ عَلَى أَنْ لَا تَدْخُلَهَا، لَمْ تُوَافِقْهُ. وَلَوْ وَافَقْتَهُ لَسَفِهَ عَقْلُكَ.

📔 إحياءُ عُلومِ الدِّين (3/149)

Imam Al-Ghazali رضي الله عنه berkata:

“Adapun alasanmu, seperti ucapanmu: ‘Jika aku memakan yang haram, maka si fulan juga memakannya. Jika aku menerima harta dari penguasa, maka si fulan juga menerimanya,’ ini adalah sebuah kebodohan. Karena engkau beralasan dengan mengikuti orang yang tidak boleh dijadikan teladan. Sesungguhnya, siapa pun yang menyelisihi perintah Allah Ta’ala, tidak boleh diikuti, siapapun dia.

Bahkan, seandainya orang lain masuk ke dalam neraka sedangkan engkau mampu untuk tidak ikut masuk ke dalamnya, maka janganlah engkau mengikutinya. Jika engkau tetap mengikutinya, berarti engkau adalah orang yang bodoh akalnya.”

📔 Ihya Ulumiddin (3/149)

قالَ الإِمامُ الشّافِعِيُّ رَحِمَهُ اللهُ تَعالى:

لَوْلا صُحْبَةُ الأَخْيارِ، وَمُناجَاةُ الحَقِّ تَعالى بِالأَسْحارِ، ما أَحْبَبْتُ البَقاءَ في هذِهِ الدّارِ

Imam asy-Syafi’i ra berkata
Kalau bukan karena persahabatan dengan orang-orang sholeh dan munajat kepada ALLAH SWT di akhir malam,
aku tidak akan suka tinggal di dunia ini.

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ

قالَ الشَّيْخُ الإِمامُ الأَوْحَدُ زَيْنُ الدِّينِ شَرَفُ الأَئِمَّةِ حُجَّةُ الإِسْلامِ أَبُو حامِدٍ مُحَمَّدُ بْنُ مُحَمَّدٍ بْنِ مُحَمَّدٍ الغَزّالِيُّ رَحْمَةُ اللَّهِ عَلَيْهِ:

أَحْمَدُ اللَّهَ تَعَالَى أَوَّلًا، حَمْدًا كَثِيرًا مُتَوالِيًا وَإِنْ كانَ يَتَضاءَلُ دُونَ حَقِّ جَلالِهِ حَمْدُ الحامِدِينَ. وَأُصَلِّي وَأُسَلِّمُ عَلَى رَسُولِهِ ثانِيًا صَلَاةً تَسْتَغْرِقُ مَعَ سَيِّدِ البَشَرِ سائِرَ المُرْسَلِينَ، وَأَسْتَخِيرُهُ سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى ثالِثًا فِيمَا انْبَعَثَ لَهُ عَزْمِي مِنْ تَحْرِيرِ كِتابٍ فِي إِحْيَاءِ عُلُومِ الدِّينِ.

وَانْتَدَبَ لِقَطْعِ تَعَجُّبِكَ رابِعًا، أَيُّهَا العاذِلُ الغالِي فِي العَذْلِ مِنْ بَيْنِ زُمْرَةِ الجاحِدِينَ، المُسْرِفِ فِي التَّقْرِيعِ وَالإِنْكارِ مِنْ طَبَقاتِ المُنْكِرِينَ الغافِلِينَ… فَلَقَدْ حَلَّ عَنْ لِسانِي عُقْدَةُ الصَّمْتِ، وَطَوَّقَنِي عُهْدَةُ الكَلامِ وَقِلادَةُ النُّطْقِ مَا أَنْتَ مُثابِرٌ عَلَيْهِ مِنَ العَمَى عَنْ جَلِيَّةِ الحَقِّ، مَعَ اللَّجاجِ فِي نُصْرَةِ الباطِلِ وَتَحْسِينِ الجَهْلِ، وَالتَّشْغِيبِ عَلَى مَنْ آثَرَ النُّزُوعَ قَلِيلًا عَنْ مَراسِمِ الخَلْقِ، وَمالَ مَيْلًا يَسِيرًا عَنْ مُلازَمَةِ الرَّسْمِ إِلَى العَمَلِ بِمُقْتَضَى العِلْمِ؛ طَمَعًا فِي نَيْلِ مَا تَعَبَّدَهُ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ بِهِ مِنْ تَزْكِيَةِ النَّفْسِ وَإِصْلاحِ القَلْبِ، وَتَدارُكًا لِبَعْضِ مَا فَرَّطَ مِنْ إِضاعَةِ العُمْرِ يَأْسًا عَنْ تَمامِ التَّلافِي وَالجَبْرِ، وَانْحِيازًا عَنْ غِمارِ مَنْ قالَ فِيهِمْ صاحِبُ الشَّرْعِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَآلِهِ وَسَلَّمَ:

(أَشَدُّ النَّاسِ عَذَابًا يَوْمَ القِيَامَةِ عالِمٌ لَمْ يَنْفَعْهُ اللَّهُ سُبْحَانَهُ بِعِلْمِهِ).

وَلَعَمْرِي؛ لا سَبَبَ لِإِصْرارِكَ عَلَى النَّكِيرِ إِلَّا الدَّاءُ الَّذِي عَمَّ الجَمَّ الغَفِيرَ، بَلْ شَمَلَ الجَماهِيرَ؛ مِنَ القُصُورِ عَنْ مُلاحَظَةِ ذُرْوَةِ هَذَا الأَمْرِ، وَالجَهْلِ بِأَنَّ الأَمْرَ جِدٌّ، وَالخَطْبَ جِدٌّ، وَالآخِرَةَ مُقْبِلَةٌ وَالدُّنْيا مُدْبِرَةٌ، وَالأَجَلَ قَرِيبٌ وَالسَّفَرَ بَعِيدٌ، وَالزَّادَ طَفِيفٌ وَالخَطَرَ عَظِيمٌ، وَالطَّرِيقَ سَدٌّ، وَما سِوَى الخالِصِ لِوَجْهِ اللَّهِ تَعَالَى مِنَ العِلْمِ وَالعَمَلِ عِنْدَ النَّاقِدِ البَصِيرِ رَدٌّ، وَسُلُوكُ طَرِيقِ الآخِرَةِ مَعَ كَثْرَةِ الغَوائِلِ مِنْ غَيْرِ دَلِيلٍ وَلا رَفِيقٍ مُتْعِبٌ مُكِدٌّ.

فَأَدِلَّةُ الطَّرِيقِ هُمُ العُلَمَاءُ الَّذِينَ هُمُ وُرَثَةُ الأَنْبِيَاءِ، وَقَدْ شَعَرَ عَنْهُمُ الزَّمانُ، وَلَمْ يَبْقَ إِلَّا المُتَرَسِّمُونَ، وَقَدِ اسْتَحْوَذَ عَلَى أَكْثَرِهِمُ الشَّيْطانُ، وَاسْتَغْواهُمُ الطُّغْيانُ؛ فَأَصْبَحَ كُلُّ واحِدٍ بِعاجِلِ حَظِّهِ مَشْغُوفًا، فَصارَ يَرى المَعْرُوفَ مُنْكَرًا وَالمُنْكَرَ مَعْرُوفًا، حَتَّى ظَلَّ عِلْمُ الدِّينِ مُنْدَرِسًا، وَمَنارُ الهُدَى فِي أَقْطارِ الأَرْضِ مَطْمُوسًا.

Bismillah,
dengan menyebut nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang.

Pendahuluan oleh Imam Al-Ghazali (rahimahullah):

Segala puji bagi Allah,
Aku memuji Allah Ta’ala terlebih dahulu dengan pujian yang banyak, berturut-turut, meskipun pujian itu jauh dari memenuhi hak keagungan-Nya yang pantas diterima.
Aku juga bershalawat dan mengucapkan salam kepada Rasul-Nya yang mulia, shalawat yang meliputi beliau dan semua rasul yang diutus oleh Allah.

Kemudian, aku memohon petunjuk kepada-Nya dalam niatku untuk menyusun kitab ini, yaitu kitab Ihya Ulumuddin (Menghidupkan Ilmu-Ilmu Agama).

Tanggapan kepada Pengkritik:

Aku juga ingin menjawab kritikmu, wahai orang yang berlebihan dalam celaan,
yang berada di antara orang-orang yang keras kepala dalam keingkaran.
Engkau terlalu banyak mencela dan menyalahkan tanpa dasar,
serta lalai memahami kebenaran.

Aku telah memilih untuk tidak diam lagi,
dan sekarang aku merasa memiliki tanggung jawab untuk berbicara.
Hal ini karena sikapmu yang terus-menerus menutup mata terhadap kebenaran,
tetap bersikeras membela kebatilan,
dan bahkan memuji kebodohan.
Selain itu,
engkau juga mempersulit mereka yang mencoba sedikit menjauh dari tradisi kebanyakan orang,
yang lebih memilih mengamalkan ilmu secara nyata demi menyucikan jiwa, memperbaiki hati,
serta memanfaatkan waktu hidup yang telah diberikan Allah.

Padahal,
Rasulullah ﷺ telah memperingatkan tentang orang-orang seperti itu:

“Orang yang paling keras siksanya di hari kiamat adalah seorang alim yang tidak mendapatkan manfaat dari ilmunya.”

Keprihatinan Imam Al-Ghazali:

Demi Allah,
alasanmu bersikeras dalam kritik itu tidak lain adalah karena penyakit yang telah menyebar di kalangan banyak orang, bahkan menjadi sifat umum masyarakat. Penyakit itu adalah ketidakmampuan memahami hakikat perkara ini,
serta kebodohan terhadap pentingnya mempersiapkan diri menghadapi akhirat.

Karena sesungguhnya, urusan ini sangat serius:
• Akhirat semakin dekat, sementara dunia semakin menjauh.
• Kematian sudah dekat,
sedangkan perjalanan (menuju akhirat) sangat jauh.
• Bekal yang dimiliki sangat sedikit, bahaya yang mengancam sangat besar,
dan jalan menuju keselamatan penuh rintangan.

Segala amal,
kecuali yang murni karena Allah Ta’ala,
akan ditolak oleh Allah yang Maha Adil.
Maka,
menempuh jalan akhirat tanpa panduan atau teman adalah pekerjaan yang sangat melelahkan dan sulit.

Kritik terhadap Ulama yang Lalai:

Adapun para pemandu jalan itu adalah para ulama,
yang menjadi pewaris para nabi.
Namun sayangnya,
zaman telah kosong dari mereka.
Yang tersisa hanyalah mereka yang hanya mengikuti bentuk lahiriah saja (tanpa esensi ilmu yang sejati). Kebanyakan dari mereka telah dikuasai oleh setan dan ditipu oleh nafsu.

Mereka sibuk mengejar kenikmatan dunia, sehingga mereka menganggap yang ma’ruf sebagai mungkar dan yang mungkar sebagai ma’ruf. Akibatnya,
ilmu agama pun mulai hilang dan petunjuk kebenaran semakin pudar di berbagai penjuru bumi.

Kesimpulan:
Imam Al-Ghazali menulis kitab Ihya Ulumuddin untuk membangkitkan kembali ilmu-ilmu agama yang mulai ditinggalkan.
Beliau ingin menjawab kritik terhadap usahanya ini,
sekaligus memperingatkan bahaya kesesatan yang terjadi ketika ulama tidak menjalankan fungsinya dengan benar.
Dalam kitab ini,
beliau mengajak setiap Muslim untuk kembali kepada ilmu dan amal yang murni karena Allah,
sebagai bekal menuju akhirat.

✿ يَا رَبِّ أَقْرِرْ عَيْنَ شَيْخِنَا بِنَا
الحَبِيبِ أَبُو بَكْرٍ المَشْهُورِ حَفِظَهُ اللهُ.

عِنْدَمَا تَأْتِي المَرْأَةُ أَوِ الرَّجُلُ لِيَنْظُرَ تَرْتِيبَ أَوْقَاتِهِ فِي:
• أَوْرَادِهِ
• فِي أَذْكَارِهِ
• فِي صَلَوَاتِهِ
• فِي طَلَبِهِ لِلْعِلْمِ
• فِي خِدْمَتِهِ لِلْبَيْتِ
• فِي تَرْبِيَةِ أَبْنَائِهِ

يَكَادُ أَنْ يَكُونَ فِي هَذِهِ الحَالَةِ يَبْلُغُ دَرَجَةَ الوِلَايَةِ، مَا دَامَ فِي اسْتِقَامَةٍ، وَلَيْسَتِ الوِلَايَةُ فَقَطْ مِثْلَ مَا نَعْتَقِدُ فِي أَصْحَابِ الأَحْوَالِ!

قَدْ تَكُونُ المَرْأَةُ فِي بَيْتِهَا تَبْلُغُ دَرَجَةَ الوِلَايَةِ الكُبْرَى بِخِدْمَتِهَا لِبَيْتِهَا، لِزَوْجِهَا، لِوَلَدِهَا، بَلْ لِكَنْسِهَا لِبَيْتِهَا تَبْلُغُ بِهَا مَرَاتِبَ. فِي رِوَايَةٍ فِي الحَدِيثَيْنِ فِيهِمَا ضَعْفٌ أَنَّ المَرْأَةَ إِذَا كَنَسَتْ بَيْتَهَا أَعْطَاهَا اللهُ عَلَى كُلِّ ذَرَّةٍ تَلْصَقُ بِثَوْبِهَا حَسَنَةً، وَهَذِهِ نِعْمَةٌ مِنَ اللهِ تَبَارَكَ وَتَعَالَى.

✿ Ya Rabb, bahagiakan hati guru kami, Al-Habib Abu Bakar Al-Masyhur, semoga Allah menjaganya.

Ketika seorang wanita atau pria mulai mengatur waktunya untuk:
• Wirid-wiridnya,
• Dzikir-dzikirnya,
• Shalat-shalatnya,
• Menuntut ilmunya,
• Pelayanan terhadap rumah tangganya,
• Mendidik anak-anaknya,

Maka dalam keadaan seperti ini, ia hampir mencapai derajat kewalian, selama ia tetap dalam istiqamah (ketaatan yang konsisten). Bahkan derajat kewalian ini bukan hanya seperti yang kita bayangkan pada para wali dengan kondisi-kondisi tertentu (ashhabul ahwal).

Seorang wanita yang berada di rumahnya bisa saja mencapai derajat kewalian yang tinggi hanya dengan melayani rumah tangganya, suaminya, dan anak-anaknya. Bahkan dengan menyapu rumahnya, ia dapat mencapai derajat-derajat yang tinggi. Dalam sebuah riwayat yang disebutkan dalam dua hadits lemah, disebutkan bahwa seorang wanita yang menyapu rumahnya akan diberi oleh Allah kebaikan pada setiap debu yang menempel di pakaiannya. Ini adalah karunia dari Allah, Tabaraka wa Ta’ala.

جَاءَ فِي كِتَابِ زَادِ المَعَادِ فَصْلُ (الطِّبِّ النَّبَوِيِّ) عَنِ الزَّبِيبِ:

وَهُوَ يُخَصِّبُ الكَبِدَ، وَيَنْفَعُهَا بِخَاصِّيَّتِهِ، وَفِيهِ نَفْعٌ لِلْحِفْظِ. قَالَ الزُّهْرِيُّ: مَنْ أَحَبَّ أَنْ يَحْفَظَ الحَدِيثَ، فَلْيَأْكُلِ الزَّبِيبَ.

Disebutkan dalam kitab Zadul Ma’ad pada bab “Pengobatan Nabawi” tentang khasiat kismis (zabib):

“Kismis dapat menyuburkan hati (kesehatan hati) dan bermanfaat baginya karena sifat alaminya. Selain itu, kismis juga bermanfaat untuk daya ingat. Az-Zuhri berkata: ‘Barang siapa yang ingin hafal hadis, hendaklah ia memakan kismis.’”

“Keajaiban Doa dan Tawakal: Kisah Ibnu Al-Muqri’ Bersama Ath-Thabarani di Madinah”

قَالَ ابْنُ المُقْرِئِ رَحِمَهُ اللهُ تَعَالَى:

كُنْتُ أَنَا وَالطَّبَرَانِيُّ وَأَبُو الشَّيْخِ بِالمَدِينَةِ، فَضَاقَ بِنَا الوَقْتُ، فَوَاصَلْنَا ذَلِكَ اليَوْمَ. فَلَمَّا كَانَ وَقْتُ العِشَاءِ، حَضَرْتُ القَبْرَ، وَقُلْتُ: يَا رَسُولَ اللهِ، الجُوعَ. فَقَالَ لِي الطَّبَرَانِيُّ: اجْلِسْ، فَإِمَّا أَنْ يَكُونَ الرِّزْقُ أَوِ المَوْتُ. فَقُمْتُ أَنَا وَأَبُو الشَّيْخِ، فَحَضَرَ البَابَ عَلَوِيٌّ مِنْ آلِ البَيْتِ، فَفَتَحْنَا لَهُ، فَإِذَا مَعَهُ غُلَامَانِ بِقُفَّتَيْنِ فِيهِمَا شَيْءٌ كَثِيرٌ، وَقَالَ: أَشْكَوْتُمُونِي إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ؟ رَأَيْتُهُ فِي النَّوْمِ، فَأَمَرَنِي بِحَمْلِ شَيْءٍ إِلَيْكُمْ.

📔 «سِيرُ أَعْلَامِ النُّبَلَاءِ» لِلإِمَامِ الذَّهَبِيِّ (16/400)

Semoga teks ini memudahkan pembacaan yang benar. Jika ada tambahan lain yang perlu diberi harokat, silakan sampaikan!
Diceritakan oleh Ibnu Al-Muqri’ rahimahullah:

“Suatu ketika, saya, Ath-Thabarani, dan Abu Syaikh berada di kota Madinah, lalu kami mengalami kesulitan karena waktu itu kami sedang dalam keadaan sempit (tidak punya makanan). Kami terus bertahan sepanjang hari itu tanpa makan. Ketika waktu Isya tiba, saya mendatangi makam Rasulullah ﷺ dan berkata: ‘Ya Rasulullah, kami lapar.’

Ath-Thabarani kemudian berkata kepada saya: ‘Duduklah. Kalau bukan rezeki yang datang, maka kematianlah yang menjemput.’

Saya dan Abu Syaikh kemudian berdiri. Tiba-tiba seseorang dari kalangan Alawiyyin (keturunan Ahlul Bait) datang ke pintu kami. Kami pun membuka pintu untuknya. Ternyata dia bersama dua pelayannya yang membawa dua keranjang penuh dengan berbagai makanan.

Dia berkata kepada kami: ‘Apakah kalian mengadukan keadaan kalian kepada Nabi ﷺ?’

Dia melanjutkan: ‘Aku melihat Nabi ﷺ dalam mimpi, lalu beliau memerintahkanku untuk membawa sesuatu untuk kalian.’

📔 (Sumber: Siyar A’lam An-Nubala karya Imam Adz-Dzahabi, jilid 16, halaman 400).