tgoop.com/wirausaha/12107
Last Update:
Bolehkah Punya Banyak Properti?
Kali ini kita akan membahas soal properti. Dan kaitannya dengan wakaf.
Begini. Dalam dunia filantropi Islam, selain istilah sedekah dan zakat, ada lagi satu istilah penting yang tak terpisahkan, yaitu wakaf. Menariknya, awal-awal wakaf itu bentuknya properti. Bukan tunai. Bukan uang.
Setelah Masjid Quba dan Masjid Nabawi, kisah wakaf terkenal lainnya adalah kisah Mukhairiq yang mewakafkan tujuh bidang kebunnya kepada Nabi SAW pada 626 M, untuk diambil manfaatnya, terus disalurkan kepada fakir-miskin.
Praktik mulia itu diikuti oleh para sahabat Nabi termasuk Umar bin Khattab. Bahkan, Umar bin Khattab memutuskan untuk membuat dokumen tertulis mengenai wakafnya di Khaibar. Semacam dinotariskan.
Yang serunya, sikap dermawan Umar tersebut diikuti oleh sahabat-sahabat lainnya. Misal:
⁃ Abu Thalhah, kebun di Bairaha,
⁃ Abubakar, tanah di Makkah,
⁃ Usman bin Affan, tanah di Khaibar,
⁃ Mu'az bin Jabal, rumah Dar al-Anshar.
Pada abad kedua Hijriah, umat Islam mulai mengenal wakaf tunai atau wakaf uang. Imam Az-Zuhri salah satu penggagasnya dan kemudian dipopulerkan oleh Salahudin Al-Ayyubi. Jadi, ada semacam kelonggaran.
Maksudnya, wakaf tidak harus lagi berupa properti (walaupun sejarah awal-awal menunjukkan bahwa wakaf bentuknya adalah properti). Boleh berupa tunai alias uang. Lebih longgar.
Perintah berwakaf (terutama kalau kita lihat sejarah dan asal-usulnya) sebenarnya isyarat bahwa kita harus kuat finansial, punya beberapa properti, dan berani melepas salah satu properti tersebut untuk kepentingan umat.
Semoga tulisan ringkas ini sedikit-banyak memotivasi kita untuk berani punya properti, berani nambah properti, dan berani wakaf properti. Bismillah.
https://bit.ly/3ybTD1C
Sekian dari saya
BY WIRAUSAHA
Share with your friend now:
tgoop.com/wirausaha/12107